85. CHARLEMAGNE 742-814
Kaisar abad tengah Charlemagne
(Charles yang Agung) raja bangsa Franks, penakluk Saxony, pendiri Kekaisaran
Romawi yang suci merupakan salah seorang penguasa yang paling terkemuka di
dunia.
Lahir tahun 742, dekat kota Aachen
yang akhirnya jadi ibukotanya. Ayahnya bernama Pepin si Cebol dan kakeknya
Charles Martel, seorang pemuka bangsa Frank, yang di tahun 732 berhasil
memenangkan percobaan kaum Muslimin yang berusaha menaklukkan Perancis, dalam
pertempuran di Tours. Tahun 751 Pepin dinyatakan sebagai Raja bangsa Franks
sehingga mengakhiri kelemahan dinasti Merovingian, mendirikan dinasti baru yang
kini disebut Carolingian, sesudah Charlemagne. Tahun 768 Pepin meninggal dunia
dan kerajaan bangsa Franks dibagi antara Charles dan saudaranya Carloman. Nasib
baik buat Charles dan untuk kesatuan Franks, mendadak Carloman meninggal tahun
771. Kejadian ini mengakibatkan Charles, di umur dua puluh sembilan tahun, jadi
Raja tunggal di Kerajaan Franks yang sudah jadi kerajaan terkuat di Eropa.
Pada saat penobatan Charles,
Kerajaan Franks terdiri dari Perancis sekarang, Belgia, Swis, tambah sebagian
negeri Belanda sekarang dan Jerman. Charles membuang sedikit waktu untuk mulai
meluaskan kerajaannya. Janda Carloman dan anak-anaknya mengungsi ke kerajaan
Lombard di Italia Utara. Charlemagne bercerai dengan istrinya orang Lombard
bernama Desidarata dan memimpin tentara menuju Italia Utara. Menjelang tahun 774
Lombard sepenuhnya ditaklukkan. Italia Utara dibaurkan dengan kerajaannya
meskipun empat penyerbuan tambahan masih diperlukan untuk mengkonsolidasikan
kekuasaannya. Janda Carloman berikut anak-anaknya jatuh ke tangan Charlemagne
dan sejak itu tak tampak lagi batang hidungnya selama-lamanya.
Tetapi, yang lebih penting, dan
tentu saja lebih sulit adalah penaklukan Charlemagne atas Saxony, suatu daerah
luas di sebelah utara Jerman. Ini diperlukan tidak kurang dari delapan belas
kali pertempuran; yang pertama tahun 772 dan yang terakhir tahun 804.
Faktor-faktor agama sudah barang tentu menjadi penyebab mengapa perang lawan
Saxony begitu ketat dan berdarah. Orang-orang Saxon itu pagan --tak beragama--
dan Charlemagne memaksa mereka memeluk agama Nasrani. Mereka yang menolak
dibaptis atau belakangan balik lagi murtad jadi pagan dijatuhi hukuman mati.
Menurut taksiran, tak kurang dari seperempat penduduk Saxon terbunuh dalam
proses penaklukan agama secara paksa ini.
Charles juga melakukan serbuan ke
bagian selatan Jerman dan barat daya Perancis, untuk mengukuhkan pengawasannya
atas daerah-daerah itu. Untuk mengamankan perbatasan timur kerajaannya,
Charlemagne melakukan serentetan penyerbuan terhadap bangsa Avar. Orang Avar
berdarah Asia, ada hubungannya dengan bangsa Hun, dan mereka menguasai daerah
yang luas, yang kini terkenal dengan Honggaria dan Yugoslavia. Sesudah itu
Charlemagne membabat habis seluruh kekuatan Angkatan Bersenjata Avar. Kendati
daerah-daerah sebelah timur Saxony dan Bavaria tidak diduduki bangsa Franks,
negeri-negeri lain yang mengakui kekuasaan Franks membentang luas mulai Jerman
hingga Croatia.
Charlemagne juga mencoba mengamankan
daerahnya di perbatasan bagian selatan. Tahun 778 dia pimpin penyerbuan ke
Spanyol. Penyerbuan ini tidak berhasil, tetapi Charlemagne bisa juga mendirikan
daerah kekuasaan di Spanyol bagian utara, terkenal dengan sebutan "Spanish
March" yang mengakui kedaulatan kekuasaan Charlemagne.
Sebagai hasil begitu banyak
peperangan yang membawa kemenangan (bangsa Franks melakukan lima puluh empat
kali pertempuran dalam jangka waktu empat puluh lima tahun selama
pemerintahannya), Charlemagne berhasil menyatukan hampir seluruh Eropa Barat di
bawah kekuasaannya. Pada puncak kejayaannya, kerajaannya terdiri dari sebagian
besar Perancis sekarang, Jerman, Swis, Austria, Negeri Belanda, tambah sebagian
besar Italia dan banyak lagi daerah-daerah perbatasan. Sejak jatuhnya Kekaisaran
Romawi, tak ada satu negara pun yang punya daerah kekuasaan seluas itu.
Selama pemerintahannya Charlemagne
memelihara hubungan akrab dengan Paus. Tetapi dalam masa hidupnya jelas bukan
Paus,yang menguasai Charlemagne, melainkan Charlemagne yang menguasai Paus.
Puncak paling tinggi, atau paling
tidak peristiwa yang paling termasyhur dari pemerintahan Charlemagne terjadi di
Roma pada Hari Natal tahun 800. Pada hari itu Paus Leo III mengenakan mahkota di
atas kepala Charlemagne dan mengumumkan bahwa dia adalah Kaisar Romawi. Ini
berarti Kekaisaran Romawi Barat yang sudah hancur tiga abad sebelumnya
dinyatakan bangkit kembali dan Charlemagne merupakan pengganti Augustus Caesar
yang sah.
Kenyataannya, tentu saja, satu
keganjilan menganggap Kerajaan Charlemagne merupakan "pemugaran" Kekaisaran
Romawi. Pertama, daerah yang dikuasai kedua kekaisaran sangat jauh berbeda.
Kerajaan Charlemagne betapapun luasnya, hanya mencakup separoh dari Kekaisaran
Romawi Barat. Sebagian daerah memang sama dikuasai oleh kedua kekaisaran itu,
seperti Belgia, Perancis, Swis dan bagian utara Itali. Tetapi Inggris dan
Spanyol, daerah selatan Itali dan Afrika bagian utara yang merupakan daerah
kekaisaran Romawi, tidak berada di bawah kekuasaan Charlemagne. Sedangkan Jerman
yang merupakan daerah taklukannya yang penting tidak pernah berada di bawah
kekuasaan Romawi. Kedua, Charlemagne bukanlah orang Romawi ditilik dari segala
sudut; tidak dari sudut kelahiran, pandangan, maupun budaya. Bangsa Franks
tergolong suku Teutonik, dan bahasa asli Charlemagne adalah dialek Jerman Kuno,
meskipun sedikit-sedikit dia ada belajar bahasa Latin. Charlemagne sebagian
besar dari umurnya hidup di Eropa Utara, khusus Jerman, dan hanya melakukan
empat kali perjalanan ke Itali. Ibukota kekaisarannya bukan Roma melainkan
Aachen. Kini berada di Jerman Barat tidak jauh dari perbatasan Belgia dan Negeri
Belanda.
Kegesitan pengambilan keputusan
politik Charlemagne yang menjadi ciri khasnya ternyata macet begitu dia
dihadapkan pada persoalan siapa yang akan menggantikan tahtanya. Kendati dia
sudah menghabiskan sebagian besar masa hidupnya berpegang menyatukan sebagian
besar daerah Eropa Barat, dia tidak mampu secara bijak menyusun perencanaan
membagi wilayah kekaisaran diantara ketiga puteranya ketika dia mati. Hal ini
biasanya menandakan ketidakmampuan menetapkan satu garis tegas dan jalan keluar
hingga bisa jadi bibit perang saudara. Tetapi keadaan selanjutnya menunjukkan
kedua putera tertuanya mati tak lama sebelum Charlemagne sendiri. Akibatnya,
putera ketiganya --Louis Sang Taat-- mampu mewarisi tahta Charlemagne tanpa
gangguan ketika Charlemagne meninggal dunia di Aachen tahun 814. Tetapi, Louis
menunjukkan kelemahannya dalam hal pengambilan keputusan ketimbang sang ayah
tatkala saat naik tahta tiba; dia juga berkeinginan membagi kerajaannya kepada
anak-anaknya. Sesudah melalui pertempuran, putera Louis akhirnya menandatangani
persetujuan Verdun (tahun 843) yang mengakibatkan kerajaan bangsa Franks terbagi
jadi tiga bagian. Parohan pertama terdiri dari sebagian besar daerah Perancis
sekarang, parohan kedua termasuk bagian besar daerah Jerman; dan parohan ketiga
termasuk baik Italia bagian utara maupun daerah memanjang perbatasan
Perancis-Jerman.
Kini, ada sebagian orang menduga
pengaruh Charlemagne lebih hebat dari perhitungan saya sendiri. Telah disebutkan
di bagian depan, dia membangun kembali Kekaisaran Romawi; dia menyatukan Eropa
Barat; dia masukkan Saxony ke dalam wilayah Eropa; dia letakkan pola-pola yang
dianut oleh hampir sepanjang sejarah Eropa Barat; dia menjaga Eropa Barat dari
ancaman luar; dia bikin secara kasar perbatasan Perancis, Jerman dan Itali; dia
menyebarkan agama Nasrani; dan penobatan Paus menyelesaikan pertentangan berabad
panjangnya antara negara dan gereja di Eropa. Menurut pendapat saya, anggapan
itu berlebih-lebihan. Pertama, apa yang disebut Kekaisaran Romawi suci bukanlah
pendirian kembali yang sesungguhnya dari Kekaisaran Romawi samasekali, tetapi
sekedar kelanjutan dari Kerajaan Franks yang diwariskan oleh Charlemagne.
Penyatuan Eropa Barat akan punya
makna penting apabila Charlemagne betul-betul berhasil menyelesaikannya. Tetapi,
kerajaan Charlemagne jatuh dalam masa antara tiga puluh tahun sesudah matinya,
dan tak pernah bersatu kembali sesudah itu.
Perbatasan Perancis sekarang,
perbatasan Jerman sekarang, dan juga Italia, tak ada sangkut-pautnya baik dengan
Charlemagne maupun Louis Sang Taat. Perbatasan utara Italia sebagian terbesarnya
mengikut perbatasan geografis Pegunungan Alpen. Perbatasan Jerman-Perancis
secara garis besarnya mengikuti perbatasan bahasa, dan sebaliknya perbatasan
utara mengikuti Kekaisaran Romawi.
Memberikan penghargaan yang layak
buat Charlemagne dalam hal penyebaran Agama Kristen tampaknya tidak semestinya
buat saya. Agama Kristen sudah tersebar ke arah utara menuju Eropa berabad-abad
sebelum pemerintahan Charlemagne dan dilanjutkan berabad-abad sesudahnya. Lepas
dari masalah Charlemagne memaksa memeluk Agama Kristen bagi orang Saxon secara
moral tidak bisa dihargai karena terlampau mengerikan dan merupakan langkah yang
samasekali tidak perlu. Orang Anglo Saxon di Inggris masuk Nasrani tanpa
pembunuhan dan diabad-abad berikutnya pelbagai rakyat Skandinavia juga
dimasukkan Kristen lebih banyak dengan pendekatan daripada dengan kekerasan.
Bagaimana halnya dengan kemenangan
militer Charlemagne yang berhasil menjaga Eropa Barat dari ancaman serangan dari
luar? Duduk soalnya tidaklah begitu. Selama sepanjang abad ke-9, pantai utara
dan barat Eropa menjadi sasaran serangan yang mematikan serentetan serbuan dari
pihak bangsa Viking atau Norsemen. Pada saat yang bersamaan, pasukan berkuda
orang Magyar menyerbu Eropa dari arah timur dan kaum Muslimin menyapu benua itu
dari arah selatan. Saat Charlemagne itu sedikitnya merupakan saat yang paling
aman di dalam sejarah Eropa.
Perjuangan untuk kekuasaan antara
pejabat sipil dan gereja merupakan kemelut dalam sejarah Eropa bahkan di
daerah-daerah yang tidak termasuk dalam Kekaisaran Carolingian. Perjuangan
semacam itu-sesungguhnya-sudah merupakan aspirasi gereja abad tengah dan sudah
berlangsung (walaupun dalam bentuk yang sedikit berbeda) tanpa Charlemagne.
Pemberian mahkota di Roma merupakan kejadian yang menarik, tetapi hampir tidak
memecahkan faktor kesulitan secara umum.
Saya pikir, sukar meyakinkan orang
Cina atau India yang berpendidikan bahwa Charlemagne harus dipandang mendekati
arti penting orang semacam Shih Huang Ti, Jengis Khan atau Asoka. Memang,
apabila Charlemagne dibandingkan dengan Shih Huang Ti, tampaknya Kaisar Cina itu
lebih punya makna lebih penting daripada keduanya. Penyatuan Cina oleh Sui Wen
Ti punya pengaruh berjangka langgeng, sedangkan penyatuan Eropa Barat yang
dilakukan Charlemagne sekedar berlangsung satu generasi.
Kendati arti penting Charlemagne
agak dilebih-lebihkan oleh orang Eropa, pengaruh jangka pendeknya memang
betul-betul besar. Dia melabrak negara Lombard dan Avar dan menaklukkan Saxony.
Banyak korban jatuh akibat peperangan ini. Dari sudut positifnya, ada sedikit
kebangunan kultural di masa pemerintahannya (yang segera pula berhenti sesudah
matinya).
Juga ada akibat-akibat berjangka
panjang dari kariernya. Berabad sesudah Charlemagne, raja-raja Jerman terlibat
dalam perjuangan sia-sia untuk menguasai Italia. Tanpa contoh yang diberikan
Charlemagne, sangat mungkin sedikit sekali mereka menaruh perhatian terhadap
Italia dan menitikberatkan perhatian hanya kepada perluasan daerah ke barat atau
timur. Juga benar, Kekaisaran Romawi suci, yang dimulai oleh Charlemagne,
berlangsung lama hingga abad ke-19. (Tetapi, sebagian waktu itu kekuatan
sesungguhnya kekaisaran suci sebetulnya kecil, dan kekuatan efektif di Jerman
terbagi-bagi dalam jumlah negara-negara kecil yang tak terhitung jumlahnya).
Tetapi, hasil utama Charlemagne
mungkin penaklukan Saxony itu, yang mengakibatkan daerah itu masuk ke dalam arus
kebudayaan Eropa. Hasil karya ini sama dengan hasil penaklukan Julius Caesar
atas daerah Gaul, meskipun tidaklah sepenting itu benar mengingat Saxony
wilayahnya lebih kecil.
|
Posting Komentar